MAKALAH KEWIRAUSAHAAN
“Identifikasi, Pengelolahan dan
Pengemasan Bahan Pengawet Makanan”
Nama Kelompok :
1.
|
Achmad Kurniawan
|
(04)
|
2.
|
Akhmad Muna Roikhul Jinan
|
(14)
|
3.
|
Alcomi Hanif Cholil
|
(16)
|
4.
|
Anjani WahyuningTyas
|
(17)
|
5.
|
Ardian Kurniawan
|
(19)
|
6.
|
Devi Deliana Putri
|
(29)
|
7.
|
Dodi Hisam Effendy
|
(33)
|
X TKJ 1
SMK NEGERI 1 KOTA MOJOKERTO
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengawetan makanan/minuman dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara : pendinginan/pembekuan, pengeringan,
pengasapan, penggaraman, pemanasan (pasteurisasi, sterilisasi) dan penambahan
bahan pengawet kimia. Semua cara tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu
untuk menghancurkan atau mengahambat pertumbuhan mikroba pembusuk. Dalam hal
makanan kaleng atau minuman dalam karton, maka cara pengawetan yang dilakukan
adalah dengan proses pemanasan (sterilisasi).
Pengalengan merupakan cara
pengawetan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat dan disterilkan dengan
panas. Cara pengawetan ini merupakan yang paling umum dilakukan karena bebas
dari kebusukan, serta dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya
tarik. Proses pemanasan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin
bahan makanan tersebut telah bebas dari karena bakteri tersebut menghasilkan
toksin yang mematikan dan paling tahan terhadap pemanasan.
Tujuan
- Untuk mengetahui bagaiman teknik dan cara pengolahan dan pengawetan bahan makanan yang ideal sekaligus implementasinya
- Untuk mengetahui pelbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam pengolahan dan pengawetan bahan makanan
- untuk mengetahui strategi dan upaya dalam mengatasi permasalahan gizi dalam pengolahan dan pengawetan makanan.
- untuk mengetahui berbagai bahan tambahan makanan (BTM) yang aman digunakan dalam pengolahan dan pengawetan makanan.
- untuk mengetahui pengaruh bahan aditif makanan terhadap kesehatan masyarakat.
Fungsi dan
Peranan Kemasan
Fungsi paling
mendasar dari kemasan adalah untuk mewadahi dan melindungi produk dari
kerusakan-kerusakan, sehingga lebih mudah disimpan, diangkut dan dipasarkan.
Secara umum fungsi pengemasan pada bahan pangan adalah :
1.
Mewadahi produk selama distribusi dari produsen
hingga kekonsumen,
agar produk tidak tercecer, terutama untuk cairan, pasta atau butiran.
2.
Melindungi dan mengawetkan produk, seperti
melindungi dari sinar ultraviolet, panas,kelembaban udara, oksigen, benturan,
kontaminasi dari kotoran dan mikroba yang dapat merusak dan menurunkan mutu
produk.
3.
Meningkatkan efisiensi, misalnya :
memudahkan penghitungan (satu kemasan berisi 10, 1 lusin, 1 gross dan
sebagainya), memudahkan pengiriman dan penyimpanan. Hal ini pentingdalam dunia
perdagangan..
4.
Melindungi
pengaruh buruk dari luar, Melindungi pengaruh buruk dari produk di
dalamnya,misalnya jika produk yang dikemas berupa produk yang berbau tajam,
atau produk berbahaya seperti air keras, gas beracun dan produk yang dapat
menularkan warna, maka dengan mengemas produk ini dapat melindungi
produk-produk lain di sekitarnya.
5.
Memperluas pemakaian dan pemasaran produk,
misalnya penjualan kecap dan syrup mengalami peningkatan sebagai akibat dari
penggunaan kemasan botol plastik.
PENGERTIAN DAN
RUANG LINGKUP PENGEMASAN
Pengemasan
disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan, dan merupakan salah satu
cara pengawetan bahan hasil pertanian, karena pengemasan dapat memperpanjang
umur simpan bahan. Pengemasan adalah wadah atau pembungkus yang dapat membantu
mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan yang dikemas
/ dibungkusnya. Sebelum dibuat oleh manusia, alam juga telah menyediakan
kemasan untuk bahan pangan, seperti jagung dengan kelobotnya, buah-buahan
dengan kulitnya, buah kelapa dengan sabut dan tempurung, polong-polongan dengan
kulit polong dan lain-lain. Manusia juga menggunakan kemasan untuk pelindung
tubuh dari gangguan cuaca, serta agar tampak anggun dan menarik.
Dalam
dunia moderen seperti sekarang ini, masalah kemasan menjadi bagian kehidupan
masyarakat
sehari-hari, terutama dalam hubungannya dengan produk pangan. Sejalan dengan
itu pengemasan telah berkembang dengan pesat menjadi bidang ilmu dan teknologi
yang makin canggih. Ruang lingkup bidang pengemasan saat ini juga sudah semakin
luas, dari mulai bahan yang sangat bervariasi hingga model atau bentuk dan
teknologi pengemasan yang semakin canggih dan
menarik. Bahan
kemasan yang digunakan bervariasi dari bahan kertas, plastik, gelas, logam,
fiber hingga bahan-bahan yang dilaminasi. Namun demikian pemakaian bahan-bahan
seperti papan kayu, karung goni, kain, kulit kayu , daun-daunan dan pelepah dan
bahkan sampai barang-barang bekas seperti koran dan plastik bekas yang tidak
etis dan hiegenis juga digunakan sebagai bahan pengemas produk pangan. Bentuk
dan teknologi kemasan juga bervariasi dari kemasan botol, kaleng, tetrapak, corrugated
box, kemasan vakum, kemasan aseptik, kaleng bertekanan, kemasan tabung hingga
kemasan aktif dan pintar (active and intelligent packaging) yang dapat
menyesuaikan kondisi lingkungan di dalam kemasan dengan kebutuhan produk yang
dikemas. Minuman teh dalam kantong plastik, nasi bungkus dalam daun pisang,
sekarang juga sudah berkembang menjadi kotak-kotak katering sampai minuman
anggur dalam botol dan kemasan yang cantik berpita merah.
Susunan
konstruksi kemasan juga semakin kompleks dari tingkat primer, sekunder, tertier
sampai konstruksi yang tidak dapat lagi dipisahkan antara fungsinya sebagai
pengemas atau sebagai unit penyimpanan, misalnya pada peti kemas yang
dilengkapi dengan pendingin (refrigerated container) berisi udang
beku untuk ekspor. Industri bahan kemasan di Indonesia juga sudah semakin
banyak, seperti industri penghasil kemasan karton, kemasan gelas, kemasan
plastik, kemasan laminasi yang produknya sudah mengisi kebutuhan masyarakat dan
dunia industri. Di samping itu hingga saat ini di pedesaan masih banyak dijumpai
masyarakat yang hidup dari bahan pengemas tradisional, seperti penjual daun pembungkus
(daun pisang, daun jati, daun waru dan sebagainya), atau untuk tingkat industri
rumah tangga terdapat pengrajin industri keranjang besek, kotak kayu, anyaman
serat, wadah dari tembikar dan lain-lain.
Industri
kemasan di negara-negara maju telah lama berkembang menjadi
perusahaanperusahaan besar yang bergerak dalam usaha produksi bahan atau produk
pengemas seperti kaleng (American Can Co), karton (Pulp and Paper Co),
plastik (Clearpack), botol plastik PET (Krones), kemasan kotak
laminasi (Tetrapak, Combibloc), gelas, kertas lapis, kertas alumunium
dan lain-lain yang produknya diekspor ke berbagai belahan dunia. Industri lain
yang berkaitan dengan pengemasan adalah industri penutup kemasan seperti
penutup botol (Bericap), industri sealer meachine dan industri pembuat
label dan kode pada kemasan.
Macam-macam Jenis Bahan
Pengemasan Alami
Tidak semua daun pisang baik digunakan
untuk
mengemas,
dikarenakan sifat fisik yang berbeda
terutama
sifat fleksibilitas. Cara penggunaannya dapat secara langsung atau melalui
proses pelayuan terlebih dahulu, hal ini untuk lebih melenturkan daun sehingga
mudah untuk dilipat dan tidak sobek atau pecah. Seperti
halnya
pada pengemasan tape ketan, produk ini banyak mengandung air, sehingga dengan permukaan
yang licin , rendah menyerap panas, kedap air dan udar, maka cocok untuk
digunakan untuk mengemas.
Caranya ialah dengan menempatkan produk
di bagian dalam daun, kemudian dilipat dengan menarik keempat bagian ujung daun
ke atas, lalu dikunci dengan semat yang
terbuat
dari bambu. Untuk menjaga kebocoran bagian tengah kemasan, biasanya dilapisi lagi
dengan daun pisang.
Daun aren sebagai bahan kemas biasanya hanya dipakai untuk hasil pertanian atau hasil olahan yang berbentuk padatan dan ukurannya relatif besarbesar sebagai contoh, pengemasan pada buah durian atau gula merah dari aren.
Dengan keadaannya yang mudah pecah,
sobek, patah atau belah, maka daun aren yang digunakan untuk mengemas biasanya
daun yang masih hijau,dan belum tua, sehingga mudah untuk dilipat.
Penggunaan daun sebagai bahan kemasan
alami sudah lajim dipakai di seluruh masyarakat Indonesia, selain murah dan
praktis cara pemakaiannya, daun ini juga masih mudah didapat, akan tetapi kemasan
daun ini bukan merupakan kemasan yang bersifat representatif, sehingga pada
saat penanganannya harus ekstra hati-hati.
Karena sifatnya yang opak, kemasan daun
ini dapat melindungi penguraian produk yang dikemasnya dari pengaruh cahaya.
Akan tetapi kelemahannya mudah robek atau pecah, dan tidak dapat mempertahankan
mutu produk dalam jangka waktu yang lama.
Kemasan dari bambu dan rotan merupakan kemasan
tradisional yang biasanya ditampilkan dalam bentuk anyaman.
Perhatikan
pula apakah kemasan tersebut primer atau sekunder, adakah cat atau vernis yang digunakan
untuk lebih menarik.
Pemakaian keranjang dari anyaman bambu untuk
pengemasan, biasanya digunakan untuk buah-buahan dengan permukaan yang halus,
dengan bobot yang terbatas, atau untuk hasil olahan dengan dilapisi daun,
kertas dan plastik yang bertujuan agar produk yang dikemas tidak keluar dari
jalinan anyaman, dan tidak terkontaminasi oleh kotoran dan air dari luar.
Perhatikan kemasan kayu yang digunakan
untuk ikan asin, sayuran (kol) dan buah-buahan (apel,mangga). Umumnya bentuk
kemasan kayu persegi atau persegi panjang, hal ini untuk memudahkan penataan
bahan atau barang yang dikemas.
Kemasan kayu biasanya berbagai jenis peti
yang merupakan kemasan sekunder dan merupakan wadah yang paling tua digunakan
orang sebagai bahan kemas.
Bahan yang dipergunakan untuk membuat karung goni
adalah rami atau yute. Ukuran karung goni :50 kg atau 100 kg. Perhatikan tanda
(strip) pada karung (strip tiga, polet ungu, strip hijau). Tanda-tanda tersebut
ada hubungannya dengan
ukuran
karung goni. Sebelum digunakan untuk mengemas, perhatikanlah apakah karung goni
tersebut bekas digunakan. Amati adakah serangga (larva, pupa, seranga dewasa)
yang
menempel
pada karung.
Karung
goni juga sering digunakan untuk gula pasir, pupuk dan garam. Karung goni mempunyai
sifat yang baik karena fleksibel, relatif murah, dapat melindungi bahan dari
kelembaban, mudah menutup kembali
bila goni diganco untuk membantu pengangkutan, atau ditusuk untuk mengambilan
contoh, mudah dalam penyimpanan dengan cara penumpukan tanpa mudah meleset atau
meluncur ke bawah.
Kemasan
dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa cara yaitu :
1. Klasifikasi
kemasan berdasarkan frekwensi pemakaian :
a.
Kemasan
sekali pakai (disposable) , yaitu kemasan yang langsung dibuang setelah
dipakai.
Contoh bungkus
plastik untuk es, permen, bungkus dari daun-daunan, karton dus minuman
sari buah,
kaleng hermetis.
b.
Kemasan
yang dapat dipakai berulangkali (multitrip), contoh : botol minuman,
botol kecap,
botol sirup. Penggunaan kemasan secara
berulang berhubungan dengan tingkat kontaminasi,
sehingga kebersihannya harus
diperhatikan.
c.
Kemasan atau wadah yang tidak dibuang atau
dikembalikan oleh konsumen (semi
disposable), tapi
digunakan untuk kepentingan lain oleh konsumen, misalnya botol untuk tempat
air
minum dirumah, kaleng susu untuk tempat gula, kaleng biskuit untuk tempat
kerupuk,
wadah
jam untuk merica dan lain-lain. Penggunaan kemasan untuk kepentingan lain ini
berhubungan
dengan tingkat toksikasi.
2. Klasifikasi
kemasan berdasarkan struktur sistem kemas (kontak produk dengan kemasan) :
a.
Kemasan
primer, yaitu kemasan yang langsung mewadahi atau membungkus bahan
pangan.
Misalnya kaleng susu, botol minuman, bungkus tempe.
b.
Kemasan
sekunder, yaitu kemasan yang fungsi utamanya melindungi kelompok-kelompok
kemasan
lain. Misalnya kotak karton untuk wadah susu dalam kaleng, kotak kayu untuk
buah
yang
dibungkus, keranjang tempe dan sebagainya.
c.
Kemasar
tersier, kuartener yaitu kemasan untuk mengemas setelah kemasan primer,
sekunder
atau tersier. Kemasan ini digunakan untuk pelindung selama pengangkutan.
Misalnya
jeruk yang sudah dibungkus, dimasukkan ke dalam kardus kemudian dimasukkan ke
dalam
kotak dan setelah itu ke dalam peti kemas.
3. Klasifikasi
kemasan berdasarkan sifat kekauan bahan kemasan :
a.
Kemasan
fleksibel yaitu bahan kemasan yang mudah dilenturkan tanpa adanya retak atau
patah.
Misalnya plastik, kertas dan foil.
b.
Kemasan
kaku yaitu bahan kemas yang bersifat keras, kaku, tidak tahan lenturan, patah
bila
dibengkokkan
relatif lebih tebal dari kemasan fleksibel. Misalnya kayu, gelas dan logam.
c.
Kemasan
semi kaku/semi fleksibel yaitu bahan kemas yan memiliki sifat-sifat antara
kemasan
fleksibel dan kemasan kaku. Misalnya botol plastik (susu, kecap, saus), dan
wadah
bahan
yang berbentuk pasta.
4. Klasifikasi
kemasan berdasarkan sifat perlindungan terhadap lingkungan :
a.
Kemasan
hermetis (tahan uap dan gas) yaitu kemasan yang secara sempurna tidak dapat
dilalui
oleh gas, udara atau uap air sehingga selama masih hermetis wadah ini tidak
dapat
dilalui
oleh bakteri, kapang, ragi dan debu. Misalnya kaleng, botol gelas yang ditutup
secara
hermetis.
Kemasan hermetis dapat juga memberikan bau dari wadah itu sendiri, misalnya
kaleng
yang tidak berenamel.
b.
Kemasan
tahan cahaya yaitu wadah yang tidak bersifat transparan, misalnya kemasan
logam,
kertas dan foil. Kemasan ini cocok untuk bahan pangan yang mengandung lemak dan
vitamin
yang tinggi, serta makanan hasil fermentasi, karena cahaya dapat mengaktifkan
reaksi
kimia
dan aktivitas enzim.
c.
Kemasan
tahan suhu tinggi, yaitu kemasan untuk bahan yang memerlukan proses
pemanasan,
pasteurisasi dan sterilisasi. Umumnya terbuat dari logam dan gelas.
5. Klasifikasi
kemasan berdasarkan tingkat kesiapan pakai (perakitan) :
a.
Wadah
siap pakai yaitu bahan kemasan yang siap untuk diisi dengan bentuk yang telah
sempurna.
Contoh : botol, wadah kaleng dan sebagainya.
b.
Wadah
siap dirakit / wadah lipatan yaitu kemasan yang masih memerlukan tahap
perakitan
sebelum diisi. Misalnya kaleng dalam bentuk lembaran (flat) dan silinder
fleksibel,
wadah
yang terbuat dari kertas, foil atau plastik. Keuntungan penggunaan wadah siap
dirakit
ini
adalah penghematan ruang dan kebebasan dalam menentukan ukuran.
JENIS-JENIS
KEMASAN UNTUK BAHAN PANGAN
Berdasarkan
bahan dasar pembuatannya maka jenis kemasan pangan yang tersedia saat ini
adalah kemasan kertas, gelas, kaleng/logam, plastik dan kemasan komposit atau
kemasan yang merupakan gabungan dari beberapa jenis bahan kemasan, misalnya
gabungan antara kertas dan plastik atau plastik, kertas dan logam.
Masing-masing jenis bahan kemasan ini mempunyai karakteristik tersendiri, dan
ini menjadi dasar untuk pemilihan jenis kemasan yang sesuai untuk produk
pangan. Karakteristik dari berbagai jenis bahan kemasan adalah sebagai berikut
:
1.
Kemasan
Kertas
-
tidak mudah robek
-
tidak dapat untuk produk cair
-
tidak dapat dipanaskan
-
fleksibel
2.
Kemasan
Gelas
-
berat
-
mudah pecah
-
mahal
-
non biodegradable
-
dapat dipanaskan
-
transparan/translusid
-
bentuk tetap (rigid)
-
proses massal (padat/cair)
-
dapat didaur ulang
3.
Kemasan
logam (kaleng)
-
bentuk tetap
-
ringan
-
dapat dipanaskan
-
proses massal (bahan padat atau cair)
-
tidak transparan
-
dapat bermigrasi ke dalam makanan yang dikemas
-
non biodegradable
-
tidak dapat didaur ulang
4.
Kemasan
plastik
-
bentuk fleksibel
-
transparan
-
mudah pecah
-
non biodegradable
-
ada yang tahan panas
-
monomernya dapat mengkontaminasi produk
5.
Komposit
(kertas/plastik)
-
lebih kuat
-
tidak transparan
-
proses massal
-
pengisian aseptis
-
khusus cairan
-
non biodegradable
Selain
jenis-jenis kemasan di atas saat ini juga dikenal kemasan edible dan kemasan biodegradable.
Kemasan
edible
adalah kemasan yang dapat dimakan karena terbuat dari bahan-bahan yang dapat dimakan
seperti pati, protein atau lemak, sedangkan kemasan biodegradable adalah kemasan yangjika dibuang dapat
didegradasi melalui proses fotokimia atau dengan menggunakan mikroba penghancur.
Saat ini
penggunaan plastik sebagai bahan pengemas menghadapi berbagai persoalan lingkungan,
yaitu tidak dapat didaur ulang dan tidak dapat diuraikan secara alami oleh
mikroba di dalam tanah, sehingga terjadi penumpukan sampah palstik yang
menyebabkan pencemaran dan kerusakan bagi lingkungan. Kelemahan lain adalah
bahan utama pembuat plastik yang berasal dari minyak bumi, yang keberadaannya
semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui.
Seiring dengan
kesadaran manusia akan persoalan ini, maka penelitian bahan kemasan diarahkan pada
bahan-bahan organik, yang dapat dihancurkan secara alami dan mudah diperoleh.
Kemasan ini disebut dengan kemasan masa depan (future packaging).
Sifat-sifat kemasan masa depan diharapkan mempunyai bentuk yang fleksibel namun
kuat, transparan, tidak berbau, tidak mengkontaminasi bahan yang dikemas dan
tidak beracun, tahan panas, biodegradable dan berasal dari bahan-bahan
yang terbarukan. Bahan-bahan ini berupa bahan-bahan hasil pertanian seperti karbohidrat,
protein dan lemak.
Bahan
Pengawet Makanan Alami
1.
Air
ki
Air
ki merupakan salah satu bahan perngawet alami yang menggunakan bahan dasar
jerami. Cara penggunaannya cukup sederhana. Jerami dibakar hingga menjadi abu,
lalu abu jerami dimasukkan ke dalam wadah yang diberi air dan rendam sekitar 1
sampai 2 jam. Selanjutnya disaring sehingga sisa pembakaran jerami tidak
bercampur dengan air. Air sisa pembakaran jerami inilah yang disebut air ki.
Air ki mengandung antiseptik yang dapat membunuh kuman, dengan pemberian air ki,
makanan dapat bertahan lebih lama, seperti pada mi basah yang mampu bertahan
sampai dua hari.
2.
Kunyit
Kunyit dapat digunakan sebagai pengawet makanan karena berfungsi sebagai antibiotik, antioksidan, antibakteri, anti radang dan antikanker. Di samping itu kunyit juga berfungsi sebagai pewarna alami, seperti yang biasa digunakan pada tahu. Kunyit basah kandungan utamanya adalah kurkuminoid 3-5 %, sedangkan pada kunyit ekstrak, kandungan kurkuminoid mencapai 40-50%. Untuk penggunaan kunyit disarankan agar tidak melalui pemanasan, terkena cahaya dan lingkungan yang basah. Sebaiknya kunyit ditumbuk, digiling dan diperas airnya. Bahan Pengawet Makanan Kimia Berbahaya Zat adiktif makanan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam bahan makanan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk makanan, baik yang mempunyai nilai gizi maupun yang tidak mempunyai nilai gizi.
Kunyit dapat digunakan sebagai pengawet makanan karena berfungsi sebagai antibiotik, antioksidan, antibakteri, anti radang dan antikanker. Di samping itu kunyit juga berfungsi sebagai pewarna alami, seperti yang biasa digunakan pada tahu. Kunyit basah kandungan utamanya adalah kurkuminoid 3-5 %, sedangkan pada kunyit ekstrak, kandungan kurkuminoid mencapai 40-50%. Untuk penggunaan kunyit disarankan agar tidak melalui pemanasan, terkena cahaya dan lingkungan yang basah. Sebaiknya kunyit ditumbuk, digiling dan diperas airnya. Bahan Pengawet Makanan Kimia Berbahaya Zat adiktif makanan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam bahan makanan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk makanan, baik yang mempunyai nilai gizi maupun yang tidak mempunyai nilai gizi.
Beberapa
manfaat penggunaan bahan tambahan pada makanan adalah:
1. Agar Dapat mempertahankan nilai gizi makanan tersebut
2. Tidak mengurangi zat-zat esensial di dalam makanan.
3. Untuk Mempertahankan dan memperbaiki mutu makanan.
1. Agar Dapat mempertahankan nilai gizi makanan tersebut
2. Tidak mengurangi zat-zat esensial di dalam makanan.
3. Untuk Mempertahankan dan memperbaiki mutu makanan.
Bahan pengawet makanan adalah bahan yang sudah ditambahkan ke dalam makanan dengan tujuan yaitu untuk mencegah dan menghambat kerusakan atau pembusukan makanan. Dengan pemberian zat pengawet, proses fermentasi (pembusukan), pengasaman, atau penguraian karena aktivitas mikroorganisme dapat dicegah sementara waktu.
Ada dua macam cara pengawetan pada makanan,yaitu pengawet alami dan pengawetan buatan.
a. Pengawetan alami itu dengan cara :
• Menggunakan gula dan penggaraman, contohnya pembuatan manisan.
• Pengasapan, contohnya pada kelapa.
• Pendinginan, contohnya pada ikan dan buah-buahan.
b. Pengawet buatan, biasanya dilakukan dengan pemberian senyawa kimia, seperti:
• Garam benzoat digunakan untuk sirup, margarin, dan kecap.
• Asam benzoat dan natrium benzoat: dipakai untuk pengawet minuman, jus buah, saus, dan kecap.
• Asam propionat dan natrium propionat: dipakai pada pengawet roti dan keju.
• Asam sorbat: dipakai untuk pengawet keju.
A.Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan
1.Pendinginan
Pendiginan adalah penyimpanan bahan
pangan di atas suhu pembekuan bahan yaitu -2 sampai +10 0 C. Cara
pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan
bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C.
Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -400
C. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari
atau minggu tergantung pada macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat
mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang beberapa tahun.
Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya
terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah
dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga jika bahan
pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair
kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat
kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya
terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan
pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah.
2.Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk
mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan
sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya,
kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme
tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi
lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan
menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang
sehingga memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi
menjadi lebih murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai
apabila telah di keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian.
Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung
dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan
uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut.
Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan
benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu
pengeringan.
3.Pengemasan
Pengemasan merupakan bagian dari
suatu pengolahan makanan yang berfungsi untuk pengawetan makanan, mencegah
kerusakan mekanis, perubahan kadar air. Teknologi pengemasan perkembangan sangat
pesat khususnya pengemas plstik yang dengan drastic mendesak peranan kayu,
karton, gelas dan metal sebagai bahan pembungkus primer.
Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetaprak,
tetabrik, tetraking merupakan jenis teknologi baru bagi berbagai jus serta
produk cair yang dapat dikemas dalam keadaan qaseptiis steril. Sterilisasi
bahan kemasan biasanya dilakukan dengan pemberian cairan atau uap hydrogen
peroksida dan sinar UV atau radiasi gama.
Jenis generasi baru bahan makanan
pengemas ialah lembaran plstik berpori yang disebut Sspore 2226, sejenis platik
yang memilki lubang – lubang . Plastik ini sangat penting penngunaanya bila
dibandingkan dengan plastic yang lama yang harus dibuat lubang dahulu. Jenis
plastic tersebut dapat menggeser pengguanaan daun pisang dan kulit ketupat
dalam proses pembuatan ketupat dan sejenisnya.
4.Pengalengan
Namun, karena dalam pengalengan
makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin
saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat tahan
terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah
sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera
setelah proses pengalengan selesai.
Pengalengan didefinisikan sebagai
suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap
udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian
disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab
penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat
terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau
perubahan cita rasa.
5.Penggunaan bahan kimia
Bahan pengawet dari bahan kimia
berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan makroba pembusuk
dan memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa jenis
zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package desiccant,
ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk melindungi
buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk
memperpanjangkesegaran masam pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk
pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan kesegaran dan
rasanya yang nyaman.
Suatu jenis regenerasi baru growth
substance sintesis yang disebut morfaktin telah ditemuakan dan
diaplikasikan untuk mencengah kehilangan berat secara fisiologis pada pasca
panen, kerusakan karena kapang, pemecahan klorofil serta hilangnya kerennyahan
buah. Scott dkk (1982) melaporkan bahwa terjadinya browning, kehilangan
berat dan pembusukan buah leci dapat dikurangi bila buah – buahan tersebut
direndam dalam larutan binomial hangat (0,05%, 520C ) selama 2 menit
dan segera di ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil klorida ) dengan ketebalan
0,001 mm.
6.Pemanasan
penggunaan panas dan waktu dalam
proses pemanasan bahan pangan sangat berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa
jenis bahan pangan seperti halnya susu dan kapri serta daging, sangat peka
terhadap susu tinggi karena dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya,
komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat menerima panas yang hebat
karena tanpa banyak mengalami perubahan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah
panas yang di berikan semakin banyak mikroba yang mati.
Pada proses pengalengan, pemanasan
di tujukan untuk membunuh seluruh mikroba yang mungkin dapat menyebabkan
pembusukan makanan dalam kaleng tersebut, selama penanganan dan penyimpanan.
Pada proses pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian besar
mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih
hidup terus di hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau
dengan cara lain misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di
kelompokan menjadi 3 yaitu: pasteurisasi, pemanasan pada 1000 C dan
pemanasan di atas 1000 C.
7.Teknik fermentasi
. fermentasi
bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan, tetapi juga berkhasiat
bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat pada
bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi
akan menyebabkanakan muntah-muntah, diare, atau muntaber.
Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok
mikroba dengan habitat dan lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air
tawar ataupun laut), tanah, lumpur, maupun batuan. tercatat delapan jenis
bakteri laktat, antara lain Lacobacillus acidophilus, L fermentum, L brevis,dll
Asam laktat yang dihasilkan bakteri
dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4 cukup untuk menghambat sejumlah bakteri
perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman. Namun, selama proses fermentasi
sejumlah vitamin juga di hasilnhkan khususnya B-12. Bakteri laktat juga
menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu sejenis antibiotika serta
senyawa lain yang berkemampuan menontaktifkan reaksi kimia yang dihasilkan oleh
bakteri fekal di dalam tubuh manusia dan bahkan mematikannya , Senyawa lain
dari bakteri laktat adalah NI (not yet identified atau belum diketahui). NI
bekerja menghambat enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril reduktase yang akan
mengubah NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan demikian, rangkaian
senyawa lain yang akan membentuk kolesterol dan kanker akan terhambat.
8.Teknik Iradiasi
Iradiasi adalah proses
aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran, seperti pangan. Menurut Maha
(1985), iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian energi
radiasi secara sengaja dan terarah. Sedangkan menurut Winarno et al. (1980),
iradiasi adalah teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan
menggunakan sumber iradiasi buatan.
Jenis iradiasi pangan yang dapat
digunakan untuk pengawetan bahan pangan adalah radiasi elektromagnetik yaitu
radiasi yang menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan
terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang dilaluinya. Jenis
iradiasi ini dinamakan radiasi pengion adalaha,bradiasi pengion, contoh dan
gelombang elektromagnetik radiasi partikel Contoh radiasi pengion
yang disebut terakhir ini paling
digunakan (Sofyan, 1984; Winarnogbanyak et al., 1980).
Dua jenis radiasi pengion yang umum
digunakan untuk pengawetan makanan adalah : sinar gamma yang dipancarkan oleh
radio nuklida 60Co (kobalt-60) dan 137Cs (caesium-37) dan
berkas elektron yang terdiri dari partikel-pertikel bermuatan listrik.
Kedua jenis radiasi pengion ini memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan.
Menurut Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah
energi radiasi yang diserap ke dalam bahan pangan dan merupakan faktor kritis
pada iradiasi pangan. Seringkali untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis
khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kalau jumlah radiasi yang
digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan
tercapai. Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak
sehingga tidak dapat diterima konsumen
Keamanan pangan iradiasi merupakan
faktor terpenting yang harus diselidiki sebelum menganjurkan penggunaan proses
iradiasi secara luas. Hal yang membahayakan bagi konsumen bila molekul
tertentu terdapat dalam jumlah banyak pada bahan pangan, berubah menjadi
senyawa yang toksik, mutagenik, ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses
iradiasi.
B. PROSES
PENGALENGAN BAHAN PANGAN NABATI
Pada dasarnya, proses pengalengan
bahan pangan nabati meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut; sortasi,
pencucian, pengupasan, pemotongan, blanching, pengisian, exhausting, penutupan,
processing (sterilisasi), pendinginan dan penyimpanan.
1.
Proses Sortasi dan Pencucian
Dalam tahap proses sortasi dilakukan
pemilihan buah yang akan dikaleng-kan yang bermutu baik, tidak busuk, cukup tua
akan tetapi tidak terlalu matang. Buah yang kelewat matang tidak cocok untuk
dikalengkan karena tekstur buah-nya akan semakin lunak, sehingga menyebabkan
tekstur yang hancur setelah pemanasan dalam autoklaf. Setelah bahan disortasi,
bahan kemudian dicuci atau dibersihkan dengan menggunakan air bersih. Hal ini
dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan sehingga
diharapkan akan menurunkan populasi mikroba, menghilangkan sisa-sisa
insektisida, mengurangi atau menghilangkan bahan-bahan sejenis malam yang
melapisi kulit buah-buahan.
2. Proses
Pengupasan Kulit, Pembuangan Biji dan Pemotongan
Bagian yang akan dikalengkan adalah
bagian buah yang lazim dimakan/ dikonsumsi, yang biasanya berupa daging buah.
Oleh karena itu, bagian-bagian yang tidak berguna, seperti kulit, biji,
bongkol, dsb dilakukan pembuangan. Bagian daging buah yang akan dimakan
kemudian dilakukan proses pemotongan, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan
ukuran kaleng. Pemotongan atau pengecilan ukuran dilakukan dengan untuk
mempermudah pengisian bahan ke dalam kaleng dan menyeragamkan ukuran bahan yang
akan dimasukan. Selain itu, pengecilan ukuran juga bertujuan untuk mempermudah
penetrasi panas. Jika pemotongan dilakukan dengan sembarangan, maka akan
mengakibatkan diskolorisasi, yaitu timbulnya warna yang gelap atau hilangnya
warna asli maupun pemucatan warna.
3. Proses
Blansir
Pemblansiran merupakan cara lain
yang dapat digunakan untuk membunuh mikroba patogen. Blansir adalah suatu cara
perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke dalam air panas atau
pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu blansir
bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat
kematangan. Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya
dilakukan untuk makanan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan.
Proses blansir ini berguna untuk ;
a. membersihkan jaringan dan
mengurangi jumlah mikroba awal
b. meningkatkan suhu produksi produk
atau jaringan
c. membuang udara yang masih ada di
dalam jaringan
d. menginaktivasi enzim
e. menghilangkan rasa mentah
f. mempermudah proses pemotongan
(cutting, slicing, dan lain-lain)
g. mempermudah pengupasan
h. memberikan warna yang dikehendaki
i. mempermudah pengaturan
produk dalam kaleng.
Enzim dan mikroorganisme sering
menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki pada bahan pangan,
seperti pencokelatan enzimatis, perubahan flavor, dan terjadinya pembusukan.
Blansir akan menginaktifkan enzim, baik oksidasi maupun hidrolisis, serta
menurunkan jumlah mikroba pada bahan. Di dalam proses blanching buah dan
sayuran, terdapat dua jenis enzim yang tahan panas yaitu enzim katalase dan
peroksidase, kedua enzim ini memerlukan pemanasan yang lebih tinggi untuk
menginaktifkannya dibandingkan enzim-enzim lain. Apabila tidak ada lagi
aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada buah dan sayuran yang telah
diblansir, maka enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi
dengan baik. Lamanya proses blansir dipengaruhi beberapa faktor, seperti ukuran
bahan, suhu, serta medium blansir.
Pencegahan kontaminasi mikroba juga
dapat dilakukan dengan penyimpanan bahan pangan dengan baik. Bahan baku segar
seperti sayuran, daging, susu sebaiknya disimpan dalam lemari pendingin. Proses
pemasakan juga dapat membunuh mikroba yang bersifat patogen.
Proses blansir dapat dilakukan
dengan cara mencelup potongan-potongan buah dalam air mendidih selama 5–10
menit. Lama pencelupan tergantung jenis dan banyak sedikitnya buah yang akan
diolah. Secara umum, proses blansir perlu memperhatikan hal-hal berikut :
a. Proses blansir harus
dilakukan sesuai dengan suhu dan waktu blansir yang telah ditetapkan
b. Air yang digunakan untuk proses
blansir harus diganti secara rutin
c Suhu akhir produk setelah
blansir harus sudah mencapai suhu yang telah ditetapkan; dan
Produk yang telah diblansir tidak
boleh dibiarkan melebihi waktu maksimum yang diijinkan.
4. Proses Pengisian
a. Pembuatan medium
Medium yang dipergunakan untuk
pengalengan ini ada 2 macam, yaitu medium larutan gula yang dipergunakan untuk
pengalengan buah dan cincau. Medium yang dipergunakan untuk untuk sop sayur adalah
kuah sop yang telah dimasak dengan rempah-rempah.
Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu atau saus tergantung produk yang akan dikalengkan. Penambahan medium ini dilakukan untuk mempercepat penetrasi panas dan mengurangi terjadinya korosi kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara.
Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu atau saus tergantung produk yang akan dikalengkan. Penambahan medium ini dilakukan untuk mempercepat penetrasi panas dan mengurangi terjadinya korosi kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara.
b. Proses
memasukkan potongan buah ke dalam kaleng
Potongan buah yang telah diblansir
kemudian dimasukkan ke dalam kaleng. Penyusunan buah dalam wadah diatur serapi mungkin
dan tidak terlalu penuh. Pada saat pengisian perlu disisakan suatu ruangan yang
disebut dengan head space.
c.
Proses pengisian medium
Kemudian dituangkan larutan sirup,
larutan garam, kaldu atau saus. Sama halnya dengan pada saat pengisian buah,
pengisian sirop juga tidak dilakukan sampai penuh, melainkan hanya diisikan
hingga setinggi sekitar 1-2 cm dari permukaan kaleng. Perlu diusahakan bahwa
pada saat pengisian larutan tersebut, semua buah dalam kondisi terendam.
· 5. Proses Exhausting
Kaleng yang telah diisi dengan buah
(dan sirop) kemudian dilakukan proses exhausting.
Tujuan exhausting adalah untuk
menghilangkan sebagian besar udara dan gas-gas lain dari dalam kaleng sesaat
sebelum dilakukan penutupan kaleng. Exhausting
penting dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada kaleng setelah penutupan,
sehingga
(i)
mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng karena tekanan dalam kaleng
yang terlalu tinggi (terutama pada saat pemanasan dalam retort), sebagai akibat
pengembangan produk, dan
(ii)
mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-reaksi
oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu.
Tingkat kevakuman kaleng setelah ditutup juga
dipengaruhi oleh perlakuan blansir, karena blansir membantu mengeluarkan
udara/gas dari dalam jaringan. Exhausting
dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan cara:
(i) melakukan pengisian produk ke
dalam kaleng pada saat produk masih dalam kondisi panas,
(ii) memanaskan kaleng beserta
isinya dengan tutup kaleng masih terbuka, atau
(iii) secara mekanik dilakukan
penyedotan udara dengan sistem vakum.
Suhu dalam ruang exhausting adalah 80 – 90oC dan
proses berlangsung selama 8-10 menit. Suhu produk ketika keluar dari exhauster
adalah sekitar 60 - 70°C. Pada setiap selang waktu tertentu dilakukan
pengecekan suhu produk yang keluar dari exhauster, apakah suhu produk yang
diinginkan tercapai atau tidak.
· Proses
penutupan kaleng
Setelah proses exhausting kaleng
segera ditutup dengan rapat dan her-metis pada suhu yang relatif masih tinggi.
Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka semakin tinggi pula tingkat
kevakumannya (semakin rendah tekanannya). Proses penutupan kaleng juga
merupakan hal yang sangat penting karena daya awet produk dalam kaleng sangat
tergantung pada kemampuan kaleng (terutama bagian-bagian sambungan dan
penutupan) untuk mengisolasikan produk di dalamnya dengan udara luar. Penutupan
yang baik akan mencegah terjadinya kebocoran yang dapat mengakibatkan
kebusukan. Penutupan kaleng yang dilakukan sedemikian rupa, diharapkan baik
udara, air maupun mikroba dari luar tidak dapat masuk (menembus) ke dalam,
sehingga keawetannya dapat dipertahankan.
· Proses
sterilisasi
Setelah proses penutupan kaleng
selesai, maka kaleng dimasukkan ke dalam keranjang yang dipersiapkan untuk
proses sterilisasi. Proses sterilisasi dilakukan dalam autoclave, untuk koktail
buah dan cincau digunakan suhu 100°C dengan tekanan 0,8 bar selama 30 menit
sedangkan untuk sayuran digunakan suhu 115-121°C dengan tekanan 1,05 bar selama
45-60 menit.
Sterilisasi merupakan proses untuk
mematikan mikroba. Pada perinsipnya ada dua jenis sterilisasi yaitu sterilisasi
total dan sterilisasi komersial. Sterilisasi komersial yang ditetapkan di
industri pangan merupakan proses thermal. Karena digunakan uap air panas atau
air digunakan sebagai media pengantar panas, sterilisasi ini termasuk kedalam
sterilisasi basah.sterilisasi komersial harus disertai dengan kondisi tertentu
yang mungkin mikroba masih hidup dan dapat berkembang didalamnya.
Sterilisasi total adalah sterilisasi
yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme sehingga mikroba tidak lagi dapat
berkembangbiak didalam suatu wadah/bahan pangan. Pada sterilisasi total ini
jika dilaksanakan maka tidak akan terdapat lagi mikroba-mikroba yang berbahaya
terutama pada Clostidium botilinum (Winarno, 1994). Selain bertujuan untuk
mematikan semua mikroba penyebab kerusakan, proses sterilisasi ini juga
bertujuan untuk memasakkan bahan sehingga bahan mempunyai tekstur, rasa dan
kenampakan yang diinginkan. Bahan dengan keasaman tinggi (acid food) tidak
memerlukan suhu sterilisasi yang terlalu tinggi, untuk itulah pada pengalengan
koktail buah dan cincau suhu sterilisasi yang dipergunakan adalah 100oC dengan
tekanan 0,8 bar, pada kondisi asam tersebut, mikroorganisme pembusuk dapat
dimatikan. Berbeda halnya dengan sayuran yang mempunyai pH > 4,5 atau bahan
makanan dengan keasaman rendah (low acid food) yang dimana sterilisasi pada
suhu 100°C tidak akan efektif mematikan semua mikroba. Oleh karena itu
digunakan suhu 121°C dengan tekanan 1,05 bar. Pada suhu dan tekanan tersebut
maka semua mikroorganisme patogen dan pembusuk akan mati. Kondisi proses
sterilisasi sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain :
a. Kondisi
produk pangan yang disterilisasikan (nilai pH, jumlah mikroorganisme awal, dan
lain- lain)
b. Jenis dan ketahanan
panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan.
c. Karakteristik pindah panas
pada bahan pangan dan wadah (kaleng).
d. Medium pemanas.
e. Kondisi penyimpanan
setelah sterilisasi
· Proses
pendinginan
Setelah proses sterilisasi, kaleng
kemudian didinginkan dengan air dingin. Pendinginan pasca sterilisasi menjadi
penting karena timbul perbedaan tekanan yang cukup besar yang dapat menyebabkan
rekontaminasi dari air pendingin ke dalam produk. Untuk itu perlu dipastikan
bahwa air pendingin yang digunakan memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk
industri besar, proses pendinginan biasanya dilakukan secara otomatis di dalam
retort, yaitu sesaat setelah katup uap dimatikan maka segera dibuka katup air
dingin. Untuk ukuran kaleng yang besar, maka tekanan udara dalam retort perlu
dikendalikan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kaleng-kaleng yang
menggelembung dan rusak. Pendinginan dilakukan secepatnya setelah proses
sterilisasi selesai untuk mencegah pertumbuhan kembali bakteri, terutama
bakteri termofilik. Pendinginan dimulai dengan membuka saluran air pendingin
dan menutup keran - keran lainnya.
Air pendingin dapat dialirkan
melalui dua saluran, yaitu bagian bawah dan bagian atas retort. Pemasukan air
mula-mula dilakukan secara perlahanlahan agar tidak terjadi peningkatan tekanan
secara drastis. Peningkatan tekanan secara drastis tersebut harus dicegah
karena dapat menyebabkan kaleng menjadi penyok atau rusak pada bagian
pinggirnya disebabkan kaleng tidak mampu menahan kenaikan tekanan tersebut. Air
dialirkan dari bagian bawah dahulu agar secara bertahap dapat
meng-kondensasikan sisa uap yang ada dan baru bagian atas dibuka. Pada saat
retort telah penuh dengan air, aliran dapat lebih deras dialirkan. Selama
proses pendinginan berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan secara
terus menerus untuk mencegah terjadinya koleps pada kaleng, yaitu terjadinya
penyok pada kaleng disebabkan tekanan yang terlalu tinggi. Proses pendinginan
dinyatakan selesai bila suhu air dalam retort telah men-capai 38-42°C. Aliran
air pendingin kemudian dihentikan dan air dikeluarkan. Tutup retort dibuka dan
keranjang diangkat dari retort.
· Pengeringan
Setelah kaleng dikeluarkan dari
retort, maka kaleng dikeringkan dan dibersihkan, untuk mencegah korosi atau
pengkaratan pada sambungan kaleng. Pengeringan dan pembersihan kaleng ini perlu
dilakukan untuk mencegah rekontaminasi (debu atau mikroba) yang lebih mudah
menempel pada kaleng yang basah.
· Penyimpanan
Setelah itu disimpan dalam suhu
ruang untuk mengetahui daya simpan dan efektifitas sterilisasi. Pengamatan
dilakukan selama 1 minggu dan kaleng disimpan pada suhu 40-50oC. Jika dalam 1
minggu tersebut ada kaleng yang menggembung, maka proses sterilisasi tidak
berjalan dengan baik dan hal ini ditandai dengan masih adanya aktivitas
mikroorganisme. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa sebagian
besar produk masih dalam keadaan baik setelah disimpan selama 1 minggu.
Meskipun keseluruhan proses pengalengan bisa dikatakan aseptis, namun tidak
menutup kemungkinan untuk terjadinya kerusakan, baik karena berlalunya masa
simpan (kadaluwarsa) ataupun karena kurang sempurnanya proses pengalengan. Ada
beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut, yaitu antara lain:
§ Pengkaratan
tinplate, terutama pada bahan pangan bersifat asam, karena pelepasan hidrogen.
§ Reaksi
kiamia, misalnya reaksi kecoklatan nonezimatis atau pembebasan timah oleh
nitrat dan sebagainya.
§ Penggelembungan
karena adanya CO2.
§ Operasi
autoklaf yang salah terutama setelah pendinginan.
§ Exhausting yang kurang dan pengisian berlebih
akan membawa akibat berlebihnya tekanan selama pemanasan.
§ Pertumbuhan
mikroba sebagai akibat tidak adanya pemanasan atau pemanasan yang kurang
sempurna, pembusukan bahan sebelum diolah, pencemaran sesudah diolah sebagai
hasil lipatan kaleng yang cacat atau pendinginan yang kurang.
§ Fluktuasi
tekanan atmosfer.
§ Suhu dan
waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat mengakibatkan
tumbuhnya Clostridium botulinum. Clostridium botulinum merupakan bakteri
termofilik (tahan panas) yang dapat hidup dalam kondisi anaerobik (tidak ada
oksigen).
C.Proses Pengawetan
Bahan Pangan Hewani (ikan Sardens)
Olahan ikan yang satu ini memang
kerap kali dijadikan solusi bagi sebagian orang yang malas memasak ikan segar.
Selain, rasanya yang enak dan gurih kemudahan pengolahan yang ditawarkan
membuat sarden semakin akrab saja di kalangan masyarakat. Pengalengan ikan
adalah salah satu teknik pengolahan dengan cara memanaskan ikan dalam wadah
kaleng yang ditutup rapat untuk menonaktifkan enzim, membunuh mikroorganisme,
dan mengubah ikan dalam bentuk mentah menjadi produk yang siap disajikan tetapi
memiliki kandungan nilai gizi yang sedikit menurun karena proses denaturasi
protein akibat proses pemanasan bila dibandingkan dengan ikan segar, namun
lebih tinggi bila dibandingkan sumber protein nabati seperti tahu dan tempe.
Metode
pengawetan dengan cara pengalengan ditemukan oleh Nicholas Appert, seorang ilmuwan Prancis. Pengalengan makanan
merupakan suatu cara pengawetan bahan bahan makanan yang dikemas secara
hermetis dan kemudian disterilkan. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan
bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air,
kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa. Di dalam pengalengan
makanan, bahan pangan dikemas secara hermetis (hermetic) dalam suatu wadah,
baik kaleng, gelas, atau alumunium.
Pada
pengawetan pangan, secara teknis ada beberapa cara yang menggunakan prinsip
mikrobiologis yaitu mengurangi jumlah seminimal mungkin mikroorganisme
pembusuk, mengurangi kontaminasi mikroorganisme, menciptakan suasana lingkungan
yang tidak disukai oleh mikroorganisme dengan cara pemanasan dan radiasi.
Pemusnahan mikroorganisme dengan pemanasan pada pengalengan
ikan pada
prinsipnya menyebabkan denaturasi protein, serta menonaktifkan enzim yang
membantu proses metabolisme. Penerpan panas dapat bermacam-macam tergantung
dari jenis mikroorganismenya, fase mikroorganisme, dan kondisi lingkungan spora
bakteri. Semakin rendah suhu yang diberikan semakin banyak waktu yang
diperlukan untuk pemanasan. Pada pengalengan, yang perlu diwaspadai adalah
bakteri anaerob seperti Closteridium botullinum yang tahan terhadap suhu
tinggi.
D.TAHAPAN
PENGALENGAN IKAN
Pengadaaan Bahan Baku Ikan Segar. Ikan yang
akan dijadikan sarden bisanya didapat dari nelayan ikan, ikan-ikan dijual
langsung oleh pemilik perahu atau dikumpulkan terlebih dahulu oleh pengepul.
Ikan yang digunakan sebagai bahan baku umumnya tergolong ikan pelagis ukuran
kecil yang hidup bergerombol seperti ikan Lemuru, ikan Sardin, ikan Tamban,
ikan Balo, dan ikan Layang.
Pengguntingan (cutting). Bahan baku
ikan segar yang sudah dibeli pabrik akan langsung diproses. Tahapan pertama
disebut dengan pengguntingan (cutting) alat yang digunakan adalah gunting besi.
Ikan digunting pada bagian pre dorsal (dekat dengan kepala) kebawah kemudian
sedikit ditarik untuk mengeluarkan isi perut. Ikan balo diberikan sedikit
perlakuan khusus yaitu sebelum digunting sisik-sisik yang terdapat diseluruh
badannya dihilangkan terlebih dahulu dengan menggunakan pisau. Dalam tahapan
pengguntingan juga dilakukan sortasi. Bahan baku ikan disortasi dari campuran
ikan yang lain dan dari sampah serta serpihan karang yang ikut terbawa saat
proses penangkapan ikan. Ikan yang sudah digunting ditempatkan dalam keranjang
plastik kecil. Setelah keranjang penuh, ikan dimasukkan dalam mesin rotary
untuk dilakukan proses pencucian.
Pengisian (Filling). Ikan yang
keluar dari mesin rotary ditampung dalam keranjang plastik, lalu dibawa ke meja
pengisian untuk diisikan kedalam kaleng. Diatas meja pengisian terdapat pipa
air yang digunakan untuk melakukan pencucian ulang sebelum ikan diisikan
kedalam kaleng. Posisi ikan didalam kaleng diatur, misalnya untuk membuat
produk kaleng kecil setelah penghitungan rendemen ditentukan bahwa jumlah ikan
yang diisikan kedalam kaleng adalah 4 ekor ikan. Ikan-ikan tersebut diisikan
dalam kaleng dengan posisi 2 buah pangkal ekor menghadap kebawah dan 2 ekor
lagi menghadap keatas. Kaleng yang sudah diisi ikan diletakkan diatas conveyor
yang terus berjalan disamping meja pengisian untuk masuk tahapan berikutnya.
Pemasakan Awal (Pree Cooking). Dengan
bantuan conveyor kaleng yang sudah terisi ikan masuk kedalam exhaust box yang
panjangnya +12 m, di dalam exhaust box ikan dimasak dengan menggunakan uap
panas yang dihasilkan oleh boiler. Suhu yang digunakan + 800C, proses pree
cooking ini berlangsung selama + 10 menit. Setelah proses pemasakan selesai
produk keluar dari exhaust box dilanjutkan dengan tahapan selanjutnya yaitu
penirisan (decanting).
Penghampaan (Exhausting). Penghampaan
dilakukan dengan menambahkan medium pengalengan berupa saos cabai atau saos
tomat dan minyak sayur (vegetable oil). Suhu saos dan minyak sayur yang
digunakan adalah +80 0C. Pengisian saos dilakukan secara mekanis dengan
menggunakan filler. Pada prinsipnya proses penghampaan ini dapat dilakukan
melalui 2 macam cara, biasanya pabrik berskala kecil exhausting dilakukan
dengan cara melakukan pemanasan pendahuluan terhadap produk, kemudian produk
tersebut diisikan kedalam kaleng dalam keadaan panas dan wadah ditutup, juga
dalam keadaan masih panas. Cara kerjanya adalah menarik oksigen dan gas-gas
lain dari dalam kaleng dan kemudian segera dilakukan penutupan wadah.
Penutupan Wadah Kaleng (Seaming). Penutupan
wadah kaleng dilakukan dengan menggunakan double seamer machine. Seorang
karyawan bertugas mengoprasikan double seamer machine dan mengisi tutup kaleng
kedalam mesin. Kecepatan yang digunakan bervariasi. Double seamer untuk kemasan
kaleng kotak dioprasikan dengan kecepatan penutupan 84 kaleng permenit
(kecepatan maximum 200 kaleng permenit), double seamer untuk kaleng kecil
dioperasikan dengan kecepatan penutupan 375 kaleng permenit (kecepatan maximum
500 kaleng permenit) sedangkan untuk double seamer kaleng besar dioperasikan
dengan kecepatan 200 kaleng permenit (kecepatan maximum 500 kaleng permenit).
Tutup kaleng yang dipakai adalah tutup kaleng yang sudah terlebih dahulu diberi
kode tanggal kedaluwarsa diruang jet print.
Sterilisasi (Processing).
Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan retort. Dalam satu kali proses
sterilisasi dapat mensterilkan 4 keranjang besi produk ikan
kalengan atau setara dengan +6.800 kaleng kecil atau 3.400 kaleng besar. Suhu yang
digunakan antara 115 – 117 0C dengan tekanan 0,8 atm, selama 85 menit jika yang
disterilisasi adalah kaleng kecil dan 105 menit untuk kaleng besar. Sterilisasi
dilakukan dengan memasukkan keranjang besi kedalam menggunakan bantuan rel.
Sterilisasi dilakukan tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba
pembusuk dan pathogen, tetapi berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak,
yaitu dilihat dari penampilan, tekstur dan cita rasanya sesuai dengan yang
diinginkan.
Pendinginan dan Pengepakan. Ikan
kalengan yang sudah disterilisasi dikeluarkan dari dalam retort, kemudian
diangkat dengan katrol untuk didinginkan dalam bak pendinginan bervolume 16.5
m3 yang diisi dengan air yang mengalir. Pendinginan dilakukan selama 15 menit.
Produk setelah didinginkan diistirahatkan terlebih dahulu ditempat pengistirahatan(Rested
area) untuk menunggu giliran pengepakan (packing). Packing diawali dengan
aktivitas pengelapan untuk membersihkan sisa air proses pendinginan, setelah
itu produk dimasukkan kedalam karton. Produk yang kemasannya sudah diberi label
(label cat) bisa langsung di packing, sementara produk yang kemasannya kosong
terlebih dahulu diberi label kertas sesuai dengan keinginan produsen.
1. Pengolahan bahan makanan untuk menyiapkan
bahan makanan siap hidang
Bahan makanan segar dapat langsung di masak dan
kemudian di hidangkan, akan tetapi ada pula bahan makanan yang harus melalui
beberapa cara pengolahan tertentu sebelum dapat di masak, misalnya beras. Untuk
memperoleh beras dari padi, padi itu harus di giling atau di tumbuk terlebih
dahulu. Setelah di giling, beras ini memiliki beberapa proses pengolahan lainya
seperti di simpan, di angkut, di cuci dan sebagainya. Pada proses pengilingan
yang di lakukan dengan cara yang kurang hati-hati dapat terjadi hasil dengan
kualitas rendah, karena butir beras menjadi kecil (beras menir) sehingga
terbuang pada proses pemisahan dengan butir yang tidak pecah. Cara menggiling
yang terlalu intensif, sehingga menghasilkan beras yang putih bersih (polished
rice) sangat merugikan karena bagian-bagian yang mengandung zat makanan
dalam konsentrasi tinggi (lembaga dan kulit ari) turut terbuang. Sebaliknya
beras seperti itu tahan lama, sehingga masih di gemari pula.
Tempe
Tempe terbuat dari kacang kedelai yang memilki kadar
protein tnggi. Seperti diketahui sumber – sumber protein nabati dengan kadar
protein yang tinggi, belum tentu tinggi pula nilai hayatinya. Ini disebabkan
oleh lapisan selulosa di dalam jaringan bahan makanan yang berasal dari
tumbuhan yang sukar dicerna. Disamping itu pada berbagai kacang terdapat berbagai
jenis enzim yang mempunyai fungsi bertentangan dengan enzim – enzim percernaan
di dalam tubuh kita (trypsine inhibitor).
Pada
pembuatan tempe, jamur yang menumbuhi dapat mencerna sebagian besr selulosa
menjadi bentuk yang lebih muda untuk dicerna oleh tubuh manusia. Juga pada
proses pembuatan tempe, trypsine inhibitor tadi menjadi tidak aktif
lagi, sehingga nilai biologi tempe menjadi lebih baik jika dibandikan dengan
kacang kedelai biasa.
Tape
singkong
Pada
pembuatan tape singkong pada dasarnya ialah proses fermentasi. Hal yang menarik
di sini bahwa hidrosianida (HCN) yang mulanya mungkin terdapat dalam sinkong
itu akan hilang atau a kan tersisa sedikit sekali setelah diubah menjadi tape.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa keracunan singkong telah membawa banyak
korban pada orang – orang yang tidak mengetahui terdapatnya racun ini pada
jenis singkong yang tertentu.
Tahu
Makanan ini
terbuat dari kacang kedelai dan merupakan makanan yang relative mahal karena
tersusun dari dispersed protein yang berasal dari kacang kedelai itu. Pada
proses pembuatannya protein kedelai telah di masak dalam waktu yang cukup lama
serta di saring, sehingga hasilnya akan mempunyai daya cerna (digestibility)
yang tinggi.
Pindang
Makanan ini
di buat dengan cara fermentasi juga. Pada pindang yang baik kualitasnya,
tulang-tulang ikan pun dapat menjadi sedemikian empuk, sehingga dapat di makan.
Kecap
Kecap di buat dari kacang kedelai yang proteinya
sebagian besar telah di hidrolisa (oleh jamur) mendapat campuran asam amino
yang mudah di serap.
Ada 6 dasar prinsip pengolahan bahan
makanan untuk pengawetan. Keenam prinsip ini adalah:
- Pengurangan air – pengeringan, dehidrasi, dan pengentalan
- Perlakuan panas – blanching, pasteurisasi, dan sterilisasi
- Perlakuan suhu rendah – pendinginan dan pembekuan
- Pengendalian makanan – fermentasi dan aditif asam
- Berbagai macam zat kimia aditif
- Iradiasi
Buah
Pada
pendinginan buah maka untuk mencegah kehilangan air atau memberi kilap maka
kulit buah di lapisi dengan malam atau parafin.
Susu
Pada susu pasteurisasi yang di lakukan mengunakan suhu
<600 C sedangkan untuk pembuatan es krim menggunakan suhu 71,10 C selama 30
menit atau 82,2 0 C selama 16-20 detik.
Proses pengolahan, pemanasan atau pembekuan dapat
melunakan jaringan sel tanaman sehingga produk yang di peroleh mempunyai
tekstur yang lunak. Untuk memperoleh tekstur yang keras, dapat di tambahkan
garam (0,1-0,25% sebagai ion Ca). ion kalsium akan berkaitan dengan pectin
membentuk Ca-pektinat atau Ca-pektat yang tidak larut. Pada umumnya untuk maksud
tersebut di gunaka garam-garam Ca seperti CaCl2 Ca-sitrat,CaSO4,
Calaktat, dan Ca-monofosfoat. Hnya sayangnya garam-garam kalsium ini
kelarutanya rendah dan rasanya pahit.
Mengenal
Jenis Pengawet Makanan
Kualitas
makanan ditentukan oleh cita rasa, tekstur, warna dan nilai gizi. Untuk
meningkatkan kualitas mutu nilai pangan, pengawetan makanan bisa meningkatkan
kualitas produk makanan. Seperti pada tujuan menambahkan pengawet makanan
adalah memperpanjang daya simpan dengan cara mencegah pertumbuhan mikroorganisme
pembusuk.
Pengawet
makanan digolongkan menjadi dua, pertama pengawet alami yang bisa diperoleh
dari bahan makanan segar seperti bawang putih, gula, garam dan asam.
Golongan kedua adalah pengawet sintetis. Pengawet ini merupakan hasil sintesis
secara kimia. Bahan pengawet sintetis mempunyai sifat lebih stabil, lebih pekat
dan penggunaannya lebih sedikit. Kelemahan pengawet sitetis adalah efek samping
yang ditimbulkan. Pengawet sintetis dipercaya bisa menimbulkan efek negatif
bagi kesehatan, seperti memicu pertumbuhan sel kanker akibat senyawa
karsinogenik dalam pengawet. Contoh dari pengawet sintetis adalah nastrium
benzoat, kalium sulfit dan nitrit. Penambahan pengawet alami jauh lebih baik
karena dampak buruknya terhadap kesehatan lebih kecil.
Selain bahan pengawet di atas, masih ada jenis
pengawet alternatif yang diperoleh dari bahan pangan segar seperti bawang
putih, gula pasir, asam jawa dan kluwak. Bahan-bahan ini dapat mencegah
perkembangbiakan mikroorganisme pembusuk.
Berikut ini adalah contoh-contoh pengawet alami.
a. Gula tebu
Gula tebu memberi rasa manis dan
bersifat mengawetkan.Buah-buahan yang disimpan dalam larutan gula pekat akan
menjadi awet karena mikroorganisme sukar hidup di dalamnya.
b. Gula
merah
Selain sebagai pemanis gula merah
juga bersifat mengawetkan seperti halnya gula
tebu.
c. Garam
Garam merupakan pengawet alami yang
banyak dihasilkan dari penguapan air laut. Ikan asin dapat bertahan hingga
berbulanbulan karena pengaruh garam.
d. Kunyit
Kunyit, selain sebagai pewarna, juga
berfungsi sebagai pengawet. Dengan penggunaan kunyit, tahu atau nasi kuning menjadi
tidak cepat basi.
e. Kulit
kayu manis
Kulit kayu manis merupakan kulit
kayu yang berfungsi sebagai pengawet karena banyak mengandung asam benzoat. Selain
itu, kayu manis juga berfungsi sebagai pemanis dan pemberi aroma.
f. Cengkih
Cengkih merupakan pengawet alami
yang dihasilkan dari bunga tanaman cengkih. Selain sebagai pengawet, cengkih
juga berfungsi sebagai penambah aroma.
g. Cuka
Cuka adalah produk hasil fermentasi dari bakteri
acetobacter. Banyak jenis cuka beredar di pasaran, seperti cuka apel, cuka
hitam, cuka aren dan cuka limau. Masing-masing cuka ini diperoleh dari bahan
dasar fermentasi yang berbeda. Adalagi satu jenis cuka yang sering digunakan
untuk memasak yang disebut juga cuka masak. Cuka jenis ini adalah cuka
sintetis/kimiawi dengan rasa asam yang sangat kuat. Biasanya cuka mengandung
asam asetat 98%.
Selain memberikan rasa asam pada masakan dan minuman,
cuka juga bisa digunakan sebagai bahan pengawet. Produk yang biasanya diawetkan
dengan cuka adalah acar, kimchi, jelly dan minuman. Penggunaanya
disesuaikan dengan jenis produk yang diawetkan. Selain meningkatkan daya
simpan, cuka juga dapat mempertahankan warna atau mencegah reaksi browning/pencokelatan
pada buah dan sayuran. Dengan penambahan cuka, sayuran dan buah akan lebih
bertahan warnanya.
h.
Bawang Putih
Bawang putih (Allium sativum) merupakan bumbu dapur
yang sangat populer. Aroma dan rasanya yang khas, dapat memberikan citarasa
lezat dan harum pada masakan. Selain sebagai bumbu dapur, bawang putih ternyata
sangat efektif sebagai pengawet. Hal ini desebabkan karena bawang putih
dapat menghambat pertumbuhan khamir dan bakteri. Kandungan allicin di dalam
bawang putih sangat efektif mematikan bakteri gram positif dan gram negatif.
Bawang putih juga bersifat antimikroba E.coli, Shigella sonnei, Staphylococcus
sureus dan Aerobacter aerogenes. Manfaat lainya adalah dapat mengurangi jumlah
bakteri aerob, kaliform dan mikroorganisme lainya sehingga bahan makanan yang
ditambahkan bawang putih akan lebih awet. Penggunaannya mudah. Tambahkan bawang
putih ke dalam potongan daging atau ikan dan simpan di dalam freezer. Dengan
cara ini daging atau ikan bisa bertahan 20 hari.
i.
Kluwak
Selain sebagai bumbu dan pemberi warna, kluwak
(Pangium edule Reinw) juga bisa digunakan sebagai pengawet. Kluwak biasanya
digunakan sebagai pengawet ikan segar. Ikan segar yang diawetkan dengan kluwak
bisa bertahan hingga enam hari. Cara penggunaanya, buah kluwak dicincang halus,
dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam perut ikan yang telah dibersihkan isi
perutnya. Biasanya pengawetan ikan segar dengan kluwak dilakukan oleh pada
nelayan di daerah Banten. Nelayan biasanya mengawetkan ikan untuk pengiriman
ikan jarak jauh. Pengawetan dengan kluwak seringkali dikombinasikan dengan
penggaraman dan pendinginan.
j.
Pengeringan
Selain menggunakan bahan pangan alami, pengawetan
bahan pangan juga bisa dilakukan dengan metode pengeringan. Pengeringan adalah
cara pengawetan bahan makanan paling praktis, aman, murah dan sehat. Hampir
semua bahan pangan baik sayuran, buah, kacang-kacangan hingga daging dapat
diawetkan dengan metode pengeringan. Tujuannya adalah mengurangi sebagian air
dalam bahan pangan hingga 10-15 % sehingga mikroorganisme pembusuk tidak dapat
hidup.
Metodenya bisa dengan cara pengeringan menggunakan
sinar matahari maupun panas oven. Bahan pangan yang dikeringkan seperti ubi,
sayuran dan buah diiris tipis-tipis kemudian dijemur atau dioven dalam suhu
rendah (di bawah 40 derajat celcius) hingga kering. Selanjutnya bahan
pangan tinggal disimpan di tempat yang sejuk, kering dan tertutup rapat. Bahan
pangan yang dikeringkan biasanya bertahan hingga 1 bulan.
Pengawet Buatan
Pengawet
buatan ini ada berbagai macam, antara lain:
a. Asam
asetat
Asam asetat dikenal di kalangan
masyarakat sebagai asam cuka. Bahan ini menghasilkan rasa masam dan jika jumlahnya
terlalu banyak akan mengganggu selera karena bahan ini sama dengan sebagian isi
dari air keringat kita. Asam asetat sering dipakai sebagai pelengkap ketika
makan acar,mi ayam, bakso, atau soto. Asam asetat mempunyai sifat antimikroba.
Makanan yang memakai pengawet asam cuka antara lain acar, saos tomat, dan saus
cabai.
b. Benzoat
Benzoat banyak ditemukan dalam bentuk
asam benzoat maupun natrium benzoat (garamnya). Berbagai jenis soft drink (minuman
ringan), sari buah, nata de coco, kecap, saus, selai, dan agar-agar diawetkan dengan
menggunakan bahan jenis ini.
c. Sulfit
Bahan ini biasa dijumpai dalam
bentuk garam kalium atau natrium bisulfit. Potongan kentang, sari nanas, dan
udang beku biasa diawetkan dengan menggunakan bahan ini.
d. Propil
galat
Digunakan dalam produk makanan yang
mengandung minyak atau lemak dan permen karet serta untuk memperlambat
ketengikan pada
sosis. Propil galat juga dapat
digunakan sebagai antioksidan.
e. Propianat
Jenis bahan pengawet propianat yang
sering digunakan adalah asam propianat dan garam kalium atau natrium propianat.
Propianat selain menghambat kapang juga dapat menghambat pertumbuhan bacillus
mesentericus yang menyebabkan kerusakan bahan makanan. Bahan pengawetan
produk roti dan keju biasanya menggunakan bahan ini.
f. Garam
nitrit
Garam nitrit biasanya dalam bentuk
kalium atau natrium nitrit. Bahan ini terutama sekali digunakan sebagai bahan
pengawet keju, ikan, daging, dan juga daging olahan seperti sosis, atau kornet,
serta makanan kering seperti kue kering. Perkembangan mikroba dapat dihambat
dengan adanya nitrit ini. Misalnya, pertumbuhan clostridia di dalam
daging yang dapat membusukkan daging.
Pengawet digunakan agar makanan lebih tahan lama dan tidak cepat busuk. Bahan pengawet menghambat atau mematikan pertumbuhan mikroba atau mikroorganisme yang dapat merusak dan membusukkan makanan. Terlalu banyak makanan yang mengandung zat pengawet akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap serangan berbagai macam penyakit.
Contoh zat pengawet sintetis beserta efek samping yang telah diketahui :
1. Formalin
(berbahaya untuk dikonsumsi) digunakan sebagai zat pengawet mie, dalam praktek yang sebenarnya Formalin adalah bahan pengawet mayat jdi bkan sebagai pengawet makanan, penggunaan Formalin ini dapat menyebabkan kanker paru-paru, gangguan pada alat pencernaan, penyakit jantung, dan merusak system saraf.
2. Boraks
(berbahaya jika dikonsumsi) digunakan sebagai zat pengawet bakso pada penjual nakal, apabila kita memakannya dapat menyebabkan mual, muntah, diare, kerusakkan ginjal, serta gangguan pada otak dan hati.
3. Natamysin
(berbahaya jika dikonsumsi) digunakan sebagai pengawet makanan atau minuman kaleng, penggunaan Natamysin dapat menyebabkan mual, muntah, tidak napsu makan, diare, dan perlukaan kulit.
4. Kalium Asetat
Bahan pengawet ini memiliki fungsi yang sama dengan Natamysin yaitu sebagai pengawet makanan atau minuman kaleng namun penggunaan Kalium Asetat ini dapat menyebabkan kerusakkan fungsi ginjal.
5. Kalsium Benzoate, Natrium Benzoate, Asam Benzoate (C6H5COOH)
Digunakan sebagai pengawet minuman, kecap, margarine, saus, manisan, dan buah kalengan. Bila dikonsumsi berlebihan dapat memicu terjadinya serangan asma.
6. Nitrat
Pengawet yang biasa digunakan untuk mempertahankan warna daging, dapat menyebabkan penghambatan kemampuan sel darah membawa oksigen keberbagai organ tubuh, sulit bernapas, sakit kepala, anemia, gangguan pada ginjal, dan muntah-muntah.
7. Sulfur Dioksida
Bahan pengawet ini memiliki fungsi yang sama dengan Nitrat yaitu untuk mempertahankan warna daging, bahan ini dapat menyebabkan perlukaan lambung, mempercepat serangan asma, kanker dan alergi.
8. Kalsium dan Natrium Propionak
Digunakan untuk mengawetkan roti, keju, margarine. Namun apabila bahan ini digunakan dengan berlebihan dapat menyebabkan migren, kelelahan, kesulitan tidur.
9. Natrium Metasulfat
Bahan pengawet makanan dan minuman dapat menyebabkan alergi pada kulit.
Bahan aditif makanan dapat
digolongkan menjadi beberapa kelompok tertentu tergantung kegunaanya,
diantaranya:
Penguat rasa
a. Alami
Penyedap rasa alami diperoleh dari berbagai tanaman
rempah-rempah, seperti kayu manis, serai, ketumbar, jahe, merica, lada, pala,
dan daun salam
b. Sintetik
Kristal
monosodium glutamat digunakan sebagai penguat rasa Monosodium Glutamat (MSG)
sering digunakan sebagai penguat rasa makanan buatan dan juga untuk melezatkan
makanan. Adapun penguat rasa alami
diantaranya adalah bunga cengkeh, pala, merica, cabai, laos, kunyit, ketumbar. Contoh penguat rasa
buatan adalah monosodium
glutamat/vetsin, asam cuka, benzaldehida,
amil asetat.
Pemanis
a. Alami
Pemanis alami disebut sukrosa yang dapat diperoleh
dari olahan gula tebu, gula aren, dan gula merah
b. Sintetik
Zat pemanis buatan biasanya digunakan untuk membantu
mempertajam rasa manis. Beberapa jenis
pemanis buatan yang digunakan adalah sakarin, siklamat, dulsin, dan aspartam. Pemanis buatan ini
juga dapat menurunkan risiko diabetes,
namun siklamat merupakan zat yang bersifat karsinogen.
Pengawet
a. Alami
Pengawet alami dapat berupa gula dan garam
b. Sintetik
Bahan pengawet adalah zat kimia yang dapat menghambat
kerusakan pada makanan, karena serangan bakteri, ragi, cendawan.
Reaksi-reaksi kimia yang sering harus dikendalikan adalah reaksi oksidasi,
pencoklatan (browning) dan reaksi enzimatis lainnya. Pengawetan makanan
sangat menguntungkan produsen karena dapat
menyimpan kelebihan bahan makanan yang ada dan dapat digunakan kembali saat
musim paceklik tiba. Contoh
bahan pengawet adalah natrium benzoat,
natrium nitrat, asam sitrat,
dan asam sorbat.contoh pengawet alami adalah misalnya :
garam,gula,merica,bawang dll.
Pewarna
a. Alami
b. Sintetik
Warna dapat memperbaiki dan memberikan daya tarik pada makanan.
Penggunaan pewarna dalam bahan makanan dimulai pada akhir tahun 1800, yaitu pewarna
tambahan berasal dari alam seperti kunyit,
daun pandan, angkak, daun suji, coklat, wortel, dan karamel. Zat warna sintetik ditemukan
oleh William Henry Perkins
tahun 1856,
zat pewarna ini lebih stabil dan tersedia dari berbagai warna. Zat warna sintetis
mulai digunakan sejak tahun 1956 dan saat ini ada
kurang lebih 90% zat warna buatan digunakan untuk industri makanan. Salah satu
contohnya adalah tartrazin,
yaitu pewarna makanan buatan yang
mempunyai banyak macam pilihan warna, diantaranya
Tartrazin CI 19140. Selain tartrazin ada pula pewarna buatan, seperti sunsetyellow
FCF (jingga), karmoisin (Merah), brilliant blue FCF (biru).
Pengental
Pengental yaitu bahan tambahan yang digunakan untuk
menstabilkan, memekatkan atau mengentalkan makanan yang dicampurkan dengan air, sehingga membentuk
kekentalan tertentu. Contoh pengental adalah pati, gelatin, dan gum (agar, alginat, karagenan).
Pengemulsi
Pengemulsi (emulsifier)
adalah zat yang dapat mempertahankan dispersi
lemak dalam air dan sebaliknya. Pada mayones
bila tidak ada pengemulsi, maka lemak akan terpisah dari
airnya. Contoh pengemulsi yaitu lesitin pada kuning telur, gom arab dan
gliserin.
Bahan kimia dalam makanan
Zat aditif
adalah zat yang ditambahkan pada makanan atau minuman.Biasanya, bahan aditif
diberi kode huruf E (Eropa) dan diikuti dengan tiga angka. Misalnya, E 100
sebagai kode pewarna, E 200 kode konsevator, E 300 kode antioksida, dan E 400
kode pengemulsi atau stabilisator. Contoh bahan aditif itu adalah E 200 asam
sorbat, E 201 Na sorbat, E 300 asam askorbat, E 311 oktil gallat, E 320 butil
hidroksilanisol (BHA), dan E 321 butilhidroksil toluena (BHT).
Zat aditif
makanan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
1.
Zat aditif yang berasal dari sumber alami, seperti lesitin dan asam sitrat;
2.
Zat aditif sintetik dari bahan kimia yang memiliki sifat serupa dengan bahan
alami yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat/fungsinya, seperti amil
asetat dan asam askorbat.
Berdasarkan
fungsinya, baik alami maupun sintetik, zat aditif dapat dikelompokkan sebagai
zat pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap rasa.
A. Bahan
Pewarna
Bahan
pewarna merupakan bahan alami ataupun bahan kimia yang ditambahkan ke dalam
makanan. Penambahan bahan pewarna pada makanan bertujuan untuk memberi
penampilan tertentu atau warna yang menarik. Warna yang menarik dapat
menjadikan makanan lebih mengundang selera.
Berdasarkan
sifat kelarutannya, zat pewarna makanan dikelompokkan menjadi dye dan lake. Dye merupakan
zat pewarna makanan yang umumnya bersifat larut dalamair. Dye biasanya
dijual di pasaran dalam bentuk serbuk, butiran, pasta atau cairan. Lake merupakan
gabungan antara zat warna dye dan basa yang dilapisi oleh
suatu zat tertentu. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air maka zat warna
kelompok ini cocok untuk mewarnai produk-produk yang tidak boleh terkena air
atau produk yang mengandung lemak dan minyak.
1. Pewarna
Alami
Pewarna
alami merupakan bahan pewarna yang bahan-bahannya banyak diambil dari
tumbuh-tumbuhan. Bahan pewarna alami yang banyak digunakan antara lain sebagai
berikut.
- Daun suji mengandung zat warna klorofil untuk memberi warna hijau menawan, misalnya pada dadar gulung, kue bika, atau kue pisang.
- Buah kakao merupakan penghasil cokelat dan memberikan warna cokelat pada makanan, misalnya es krim, susu cokelat, atau kue kering.
- Kunyit (Curcuma domestica) mengandung zat warna kurkumin untuk memberi warna kuning pada makanan, misalnya tahu, bumbu Bali, atau nasi kuning. Selain itu, kunyit dapat mengawetkan makanan.
- Cabai merah, selain memberi rasa pedas, juga menghasilkan zat warna kapxantin yang menjadikan warna merah pada makanan, misalnya rendang daging atau sambal goreng.
- Wortel, beta-karoten (provitamin-A) pada wortel menghasilkan warna kuning.
- Karamel, warna cokelat karamel pada kembang gula karena proses karamelisasi, yaitu pemanasan gula tebu sampai pada suhu sekitar 170°C.
- Gula merah, selain sebagai pemanis juga memberikan warna cokelat pada makanan, misalnya pada bubur dan dodol.
Selain
contoh di atas, beberapa buah-buahan juga dapat menjadi bahan pewarna alami,
misalnya anggur menghasilkan warna ungu, stroberi warna merah, dan tomat warna
oranye.
2. Pewarna
Buatan
Makanan ada
yang menggunakan pewarna alami ada pula yang menggunakan pewarna buatan. Bahan
pewarna buatan ada dua jenis. Jenis pertama adalah pewarna buatan yang
disintesa dengan struktur kimia persis seperti bahan alami, misalnya
beta-karoten (warna oranye sampai kuning), santoxantin (warna merah), dan
apokaroten (warna oranye). Jenis kedua adalah bahan pewarna yang disintesa
khusus untuk menggantikan pewarna alami. Tabel berikut menunjukkan contoh bahan
pewarna buatan pada makanan.
Bahan
pewarna buatan
|
Contoh
produk makanan
|
Indigokarmin
menghasilkan warna biru
|
gula dan
minuman ringan.
|
Eritrosin
menghasilkan warna merah
|
es krim
dan jeli
|
Tartrasin menghasilkan
warna kuning
|
es krim,
yoghurt, dan jeli
|
Meskipun
bahan pewarna tersebut diizinkan, kamu harus selalu berhati-hati dalam memilih
makanan yang menggunakan bahan pewarna buatan karena penggunaan yang berlebihan
tidak baik bagi kesehatanmu. Penggunaan tartrazine yang
berlebihan dapat menyebabkan reaksi alergi, asma, dan hiperaktif pada anak.
Penggunaan erythrosine yang berlebihan dapat menyebabkan
reaksi alergi pada pernapasan, hiperaktif pada anak, tumor tiroid pada tikus,
dan efek kurang baik pada otak dan perilaku.
3. Perbedaan
antara Pewarna Alami dan Pewarna Buatan
Bahan
pewarna alami maupun buatan digunakan untuk memberi warna yang lebih menarik
pada makanan. Biasanya orang menggunakan bahan pewarna alami karena lebih aman
dikonsumsi daripada bahan pewarna buatan. Bahan alami tidak memiliki efek
samping atau akibat negatif dalam jangka panjang. Adapun pewarna buatan dipilih
karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan zat pewarna alami. Tabel
berikut ini menunjukkan perbedaan kedua jenis pewarna tersebut.
Pewarna
alami
|
Pewarna
buatan
|
Lebih aman
dikonsumsi.
|
Kadang-kadang
memiliki efek negatif tertentu.
|
Warna yang
dihasilkan kurang stabil, mudah berubah oleh pengaruh tingkat keasaman
tertentu.
|
Dapat
mengembalikan warna asli, kestabilan warna lebih tinggi, tahan lama, dan
dapat melindungi vitamin atau zat-zat makanan lain yang peka terhadap cahaya
selama penyimpanan.
|
Untuk
mendapatkan warna yang bagus diperlukan bahan pewarna dalam jumlah banyak.
|
Praktis
dan ekonomis.
|
Keanekaragaman
warnanya terbatas.
|
Warna yang
dihasilkan lebih beraneka ragam.
|
Tingkat
keseragaman warna kurang baik.
|
Keseragaman
warna lebih baik.
|
Kadang-kadang
memberi rasa dan aroma yang agak mengganggu.
|
Biasanya
tidak menghasilkan rasa dan aroma yang mengganggu.
|
Seiring
dengan meluasnya pemakaian pewarna sintetik, sering terjadi penyalahgunaan
pewarna pada makanan. Sebagai contoh digunakannya pewarna tekstil untuk makanan
sehingga membahayakan konsumen. Zat pewarna tekstil dan pewarna cat biasanya
mengandung logam berat, seperti: arsen, timbal, dan raksa sehingga bersifat
racun.
PENUTUP
Kesimpulan
Pangan secara umum bersifat mudah
rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai
faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air
suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat
aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan
beberapa teknik baik yang menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi
sederhana. Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat kesulitan. Namun inti
dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk menahahn laju pertumbuham
mikroorganisme pada makanan
Betapa pentingnya makanan buat kita, tetapi kita juga perlu menjaga agar makanan yang kita makan tidak akan berdampak buruk bagi kesehatan kita, sekian yang dapat saya sampaikan. terima kasih :)
Wassalamu'alaikum wr.wb
Wassalamu'alaikum wr.wb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar